Beranda | Artikel
Fatwa Ulama: Bolehkah Meletakkan Al Quran Di Lantai?
Rabu, 10 Juni 2015

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Soal:

Apakah hukum meletakkan mushaf Al Qur’an di bawah yaitu di atas lantai masjid? Sebagian orang ada yang memfatwakan bahwa hal itu bisa menyebabkan kekufuran.

Jawab:

Hal itu tidak mengapa selama bukan dimaksudkan untuk penghinaan. Misalnya, meletakkan mushaf di depan atau di samping, ini tidak mengapa dan tidak masalah, dan juga bukan kekufuran. Adapun jika meletakannya di antara kaki -dan tentunya kecil kemungkinan seorang Mu’min berbuat demikian- maka tidak ragu lagi ini adalah bentuk penghinaan terhadap Kalamullah ‘Azza wa Jalla.

Dan saya dalam kesempatan ini ingin memperingatkan orang yang berfatwa kepada orang-orang tanpa ilmu. Karena fatwa tanpa ilmu itu termasuk berkata tentang Allah tanpa ilmu. Dan Allah telah menggandengkan perbuatan berkata tentang Allah tanpa ilmu dengan kesyirikan. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْأِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ

Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”” (QS. Al A’raf: 33).

Dan terdapat hadits:

أجرؤكم على الفتيا أجرؤكم على النار

keberanian kalian dalam berfatwa, sama dengan keberanian kalian untuk masuk neraka

Maka tidak ada celah bagi seseorang untuk berkata-kata mengenai syariat Allah kecuali dengan ilmu. Ia harus benar-benar mengetahui bahwa hal ini merupakan syariat Allah, yang ini bertentangan dengan syariat Allah. Dan tidak halal juga seseorang yang berani, untuk berani mengkafirkan kecuali dengan dalil yang jelas dan tegas. Karena takfir itu artinya mengeluarkan seseorang dari cakupan Islam kepada cakupan kekufuran. Maka ini perkara yang serius!

Sebagaimana seseorang tidak boleh mengatakan haram pada tentang sesuatu yang halal atau mengatakan halal pada sesuatu yang haram, maka tidak boleh juga mengatakan kepada seseorang Muslim bahwa ia kafir. Bahkan terkadang perkaranya menjadi lebih serius lagi, karena pengkafiran itu terkait dengan banyak masalah-masalah besar. Misalnya, orang kafir itu tidak boleh dinikahi, tidak boleh menjadi wali nikah, tidak boleh menjadi wali bagi anak-anaknya, jika mati tidak dikafani dan tidak dishalatkan serta tidak dikuburkan bersama kaum Muslimin, dan tidak mewariskan harta menurut pendapat jumhur ulama.

Maka ini perkara yang tidak ringan. Perkara pengkafiran itu berat. Oleh karena itu, ‘ala kulli haal, nasehat saya untuk saudara-saudara saya sekalian, hendaknya anda bertaqwa kepada Allah dalam diri anda dan bertaqwa kepada Allah terhadap perbuatan anda kepada saudara anda. Dan janganlah berkata tentang Allah mengenai apa yang ia tidak ketahui, dan janganlah berkata-kata tentang sesuatu yang di luar kemampuannya. Jika mereka terlalu dini untuk merasa tinggi dalam ilmu dan merasa ditokohkan dalam agama, mereka akan terjerumus dalam kesalahan. Dan kaidah mengatakan,

من تعجل شيئاً قبل أوانه عوقب بحرمانه

barangsiapa yang terlalu dini untuk menggapai sesuatu, ia dikenai hukuman dengan tidak mendapatkannya

Bahkan hendaknya ia menunggu dan bersabar hingga mahir menjadi pemimpin dalam agama. Ketika itu silakan berfatwa kepada orang-orang.

Kemudian aku juga memperingatkan secara orang-orang secara umum, agar tidak meminta fatwa kecuali kepada orang yang ahli dalam berfatwa. Karena jika mereka meminta fatwa kepada orang yang tidak diketahui keahliannya dalam berfatwa, mereka akan tersesatkan dengan fatwa-fatwa sesat dari orang tersebut. Jika seseorang sakit, ia tidaklah pergi kepada sembarang orang untuk berobat. Ia akan pergi kepada para dokter dan tabib yang diketahui keilmuannya. Maka demikian juga dalam masalah agama, jika seseorang merasa bingung tentang sesuatu, jangalah ia pergi kepada sembarang orang untuk meminta fatwa.

 

Sumber: Fatawa Nurun ‘alad Darb, 2/5, Asy Syamilah

***

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz

Soal:

Apa hukum meletakkan Al Qur’an Al Karim di lantai untuk jangka waktu yang pendek maupun lama? Apakah wajib meletakannya di tempat yang tinggi setinggi minimal sejengkal?

Jawab:

Meletakannya di tempat yang tinggi itu lebih utama, semisal di kursi atau di rak yang ada di tembok, atau semacamnya yang letaknya tinggi dari lantai. Namun jika meletakkannya di lantai karena suatu keperluan, bukan dalam rangka merendahkannya, dan lantainya dalam keadaan bersih, dilakukan karena suatu kebutuhan, semisal ketika hendak shalat dan tidak ada tempat tinggi untuk meletakkan mushaf, atau ketika akan sujud tilawah, maka ini tidak mengapa.

Sumber: Majmu Fatawa Ibnu Baz, 9/288, Asy Syamilah

***

Penerjemah: Yulian Purnama

Artikel Muslim.or.id

🔍 Hadits Tentang Menggambar Makhluk Hidup, Kewajiban Berbakti Kepada Orang Tua, Doa Iftitah Dalam Solat, Berita Muslim, Onani Halal


Artikel asli: https://muslim.or.id/25726-fatwa-ulama-bolehkah-meletakkan-al-quran-di-lantai.html